INSPIRASI
| Maret 31, 2018
Sebelumnya perlu diluruskan (karena masih ada yang salah paham), bahwa maqam ibrahim bukanlah kuburan nabi Ibrahim, tetapi bekas pijakan kaki beliau ketika membangun ka’bah bersama putra beliau Nabi Ismail.
Allah Ta’ala menyebutkan maqam Ibrahim dan menjadikan maqam Ibrahim sebagai tempat salat. Allah Ta’ala berfirman,
ﻭَﺍﺗَّﺨِﺬُﻭﺍ ﻣِﻦْ ﻣَﻘَﺎﻡِ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢَ ﻣُﺼَﻠًّﻰ
“Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat." [QS. al-Baqarah: 125]
Allah Ta’ala menyebutkan terdapat tanda-tanda nyata pada maqam Ibrahim, Allah Ta’ala berfirman,
ﻓِﻴﻪِ ﺁَﻳَﺎﺕٌ ﺑَﻴِّﻨَﺎﺕٌ ﻣَﻘَﺎﻡُ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢَ ﻭَﻣَﻦْ ﺩَﺧَﻠَﻪُ ﻛَﺎﻥَ ﺁَﻣِﻨًﺎ
“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) maka dia aman." [QS. Ali Imran: 96-97]
Ibnu Katsir menyebutkan pendapat Mujahid bahwa maqam Ibrahim adalah tanda bekas telapak kaki nabi Ibrahim, beliau berkata,
وقال مجاهد : أثر قدميه في المقام آية بينة
“Bekas kedua telapak kaki Ibrahim pada maqam merupakan tanda-tanda yang nyata.” [Tafsir Ibnu Katsir]
Beberapa keistimewaan dan keajaiban maqam Ibrahim:
1. Sebagian ulama menyebut bahwa maqam ibrahim dan hajar aswad merupakan batu dari surga
2. Dari jejak kaki ini, seorang sahabat yang ahli melihat nasab melalui persamaan kami menyebutkan bahwa jejak kami maqam ibrahim sangat mirip dengan kaki Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
3. Maqam Ibrahim terjaga dengan waktu yang sangat lama yaitu ribuan tahun dan tetap terpelihara dengan baik sampai sekarang, sejak dahulu ditaruh begitu saja tanpa pengamanan khusus. Sempat hilang atau dicuri sebentar, akan tetapi segera kembali dengan cepat. Ini bukti penjagaan Allah terhadap maqam Ibrahim yang bentuknya tidak terlalu besar (padahal benda kecil mudah hilang dan tidak terurus)
4. Maqam ibrahim adalah batu, padahal banyak sekali berhala dari batu di sekitar ka’bah, tetapi tidak ada seorang pun yang menyembah maqam Ibrahim sampai sekarang.
[Diringkas dari Sejarah Mekah hal. 105-108]
Catatan:
Dahulunya sangat nampak bekas kaki dan jari-jari kaki sesuai dengan bentuk kaki yang sempurna, akan tetapi karena terlalu sering diusap ulah tangan manusia, bekas tersebut tidak terlihat jelas lagi. Al-Baghawi menjelaskan,
الذي قام عليه إبراهيم ، وكان أثر قدميه فيه فاندرس من كثرة المسح بالأيدي
“(Maqam Ibrahim) adalah tempat berdirinya nabi Ibrahim. Dahulunya terdapat bekas kedua telapak kaki beliau (dengan jelas), tetapi terhapus karena terlalu banyak yang mengusapnya.” [Tafsir Al-Baghawi]
INSPIRASI
| Maret 28, 2018
Bacaan laa ilaha illallah termasuk bacaan dzikir ringan dan berpahala besar di sisi Allah. Coba amalkan amalan ringan berikut ini.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَالَ لا إلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَريكَ لَهُ ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ ؛ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ، في يَوْمٍ مِئَةَ مَرَّةٍ كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ وكُتِبَتْ لَهُ مِئَةُ حَسَنَةٍ ، وَمُحِيَتْ عَنْهُ مِئَةُ سَيِّئَةٍ ، وَكَانَتْ لَهُ حِرْزاً مِنَ الشَّيْطَانِ يَوْمَهُ ذَلِكَ حَتَّى يُمْسِي ، وَلَمْ يَأتِ أَحَدٌ بِأَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ بِهِ إِلاَّ رَجُلٌ عَمِلَ أكْثَرَ مِنْهُ
“Barangsiapa mengucapkan LAA ILAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIKA LAH LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU WA HUWA ‘ALA KULLI SYAI’IN QODIR (artinya: tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kekuasaan dan bagi-Nya segala pujian, dan Dialah Yang Mahakuasa atas segala sesuatunya) dalam sehari seratus kali, itu sama pahalanya dengan membebaskan sepuluh hamba sahaya dan dituliskan untuknya seratus kebaikan, serta dihapuskan dari dirinya seratus kejelekan (dosa ). Dzikir itu juga penjaga dirinya dari gangguan setan pada hari itu sampai sorenya. Dan tidak ada seorang pun yang datang membawa amal yang lebih baik daripada yang ia bawa, kecuali ada orang yang beramal lebih banyak daripada dirinya.”
وقال : مَنْ قَالَ سُبْحَانَ الله وَبِحَمْدِهِ ، في يَوْمٍ مِئَةَ مَرَّةٍ ، حُطَّتْ خَطَايَاهُ ، وَإنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ البَحْرِ
Beliau juga bersabda, “Barangsiapa yang mengucapkan SUBHANALLAHI WA BI HAMDIH (artinya: Mahasuci Allah dan dengan memuji-Nya) sebanyak seratus kali sehari, terhapuslah dosa-dosanya walaupun sebanyak buih di lautan.” (HR. Bukhari, no. 6403 dan Muslim, no. 2691)
Dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَنْ قَالَ لا إلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ ؛ وَلَهُ الحَمْدُ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ، عَشْرَ مَرَّاتٍ . كَانَ كَمَنْ أعْتَقَ أرْبَعَةَ أنْفُسٍ منْ وَلَدِ إسْمَاعِيلَ
“Barangsiapa mengucapkan LAA ILAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIKA LAH LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU WA HUWA ‘ALA KULLI SYAI’IN QODIR (artinya: tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kekuasaan dan bagi-Nya segala pujian, dan Dialah Yang Mahakuasa atas segala sesuatunya) sebanyak sepuluh kali, maka ia seperti orang yang telah memerdekakan empat jiwa dari anak keturunan Ismail.” (HR. Bukhari, no. 6404 dan Muslim, no. 2693)
Malaikat adalah makhluk Allah SWT yang suci nan mulia yang di ciptakan oleh Allah SWT dari cahaya atau nur malaikat lebih awal di ciptakan di bandingkan manusia atau nabi Adam AS. sebagai seorang muslim kita di wajibkan meyakini adanya malaikat sebagai rukun iman yang ke dua malaikat mempunyai bentuk yang berbeda dengan manusia namun salah satu kehebatan malaikat adalah bisa berubah wujud menjadi manusia. Adapun dalil tentang adanya malaikat adalah sebagai berikut:
Aisyah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari api, dan Adam diciptakan dari apa yang telah disifatkan kepada kalian (tanah).” (HR. Muslim no. 2996)
"dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit, dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung 'Arsy Tuhanmu di atas (kepala) mereka." (Al-Haaqqah 69:17)
Sifat Sifat Malaikat
- Malaikat senantiasa bertasbih siang dan malam tidak pernah berhenti.
- Suci dari sifat-sifat manusia dan jin, seperti hawa nafsu, lapar, sakit, makan, tidur, bercanda, berdebat, dan lainnya.
- Selalu takut dan taat kepada Allah SWT
- Tidak pernah maksiat dan selalu mengamalkan apa saja yang diperintahkan-Nya.
- Bisa terganggu dengan bau tidak sedap, anjing dan patung. [87]
- Tidak makan dan minum seperti manusia
- Mampu mengubah wujudnya. [sesuai yang di inginkan nya
- Memiliki kekuatan luar biasa dan berjalan dengan kecepatan cahaya.
Nama Nama Malaikat
Adapun nama nama malaikat dan tugasnya yang wajib di ketahui adalah berjumlah 10 yaitu
- Malaikat Jibril : Bertugas Menyampaikan Wahyu kepada para Rasul dan Nabi.
- Malaikat Mikail : Bertugas Membagi Rezeki kepada umat manusia
- Malaikat Izra'il : Bertugas mencabut nyawa.
- Malaikat Ishrafil : Bertugas meniup sangkakala pada hari kiamat dan juga pada hari kebangkitan.
- Malaikat Munkar : dia Bertugas menanyai dan menyiksa manusia di alam kubur.
- Malaikat Nakir : Bertugas menanyai dan menyiksa manusia di alam kubur.
- Malaikat Raqib : Bertugas mencatat amal baik manusia.
- Malaikat Atid : Bertugas mencatat amal buruk manusia.
- Malaikat Malik : dia Bertugas menjaga pintu neraka.
- Malaikat Ridwan : Bertugas menjaga pintu surga.
Adapun malaikat yang lain di antaranya sebagai berikut
- Pencari orang yang berzikir - Para malaikat yang mencari orang-orang yang berzikir kepada Allah.
- Pencari majelis ilmu- Para malaikat yang mencari majelis-majelis ilmu.
- Penganjur berbekam - Malaikat yang menganjurkan berbekam ketika Muhammad sedang mi'raj ke Sidratul Muntaha.
- Pemohon ampunan orang beriman - Para malaikat yang terdapat disekeliling 'Arsy yang memohonkan ampunan bagi kaum yang beriman.
- Malaikat Pemohon ampunan manusia di bumi - Para malaikat yang bertasbih memuji Allah dan memohonkan ampun bagi orang-orang yang ada di bumi.
- Malaikat Pemohon ampunan para lelaki yang salat di masjid - Para malaikat yang mendoakan ampunan bagi para lelaki yang ikhlas salat berjamaah di masjid.
- Malaikat Pemohon ampunan pembesuk orang sakit - 70 ribu malaikat yang mengiringi dan mendoakan ampunan bagi umat muslim yang membesuk orang sakit.
- Pemohon ampunan orang yang bershalawat kepada Nabi - Para malaikat yang mendoakan ampunan bagi orang-orang yang bershalawat kepada Nabi Muhammad.
- Malaikat Pemohon ampunan orang yang mengajarkan kebaikan - Para malaikat yang mendoakan ampunan bagi orang yang mengajarkan kebaikan kepada sesama manusia
- Pemohon ampunan orang tidur dalam keadaan suci - Para malaikat yang berada di dalam pakaian orang tidur dalam keadaan suci.
- Pendoa manusia yang mendoakan saudaranya - Para malaikat yang berkata, "Aamiin (Ya Allah, kabulkanlah do’anya bagi saudaranya) dan engkau pun mendapatkan apa yang ia dapatkan", kepada orang yang mendoakan kebaikan saudaranya tanpa sepengetahuan mereka.
- Penyampai doa pujian - Dua belas malaikat yang berebutan untuk menyampaikan doa pujian salah seorang sahabat nabi kepada Allah.
- dan masih banyak yang lainnya
A. Pengertian Shalat Fardhu
Menurut bahasa shalat artinya adalah berdoa, sedangkan menurut istilah shalat adalah suatu perbuatan serta perkataan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam sesuai dengan persyaratkan yang ada.
B. Hukum, Tujuan dan Syarat Shalat Wajib Fardhu 'Ain
Hukum sholat fardhu lima kali sehari adalah wajib bagi semua orang yang telah dewasa atau akil baligh serta normal tidak gila. Tujuan shalat adalah untuk mencegah perbuatan keji dan munkar.
Untuk melakukan shalat ada syarat-syarat yang harus dipenuhi dulu, yaitu :
- Beragama Islam
- Memiliki akal yang waras alias tidak gila atau autis
- Berusia cukup dewasa
- Telah sampai dakwah islam kepadanya
- Bersih dan suci dari najis, haid, nifas, dan lain sebagainya
- Sadar atau tidak sedang tidur
Syarat sah pelaksanaan shalat adalah sebagai berikut ini :
- Masuk waktu shalat
- Menghadap ke kiblat
- Suci dari najis baik hadas kecil maupun besar
- Menutup aurat
C. Dalil – Dalil Tentang Kewajiban Shalat
1. Al-Baqarah, 43
وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٲكِعِينَ ( ٤٣ )
ARTINYA : "dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku."
2. Al-Baqarah 110
وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّڪَوٰةَۚ وَمَا تُقَدِّمُواْ لِأَنفُسِكُم مِّنۡ خَيۡرٍ۬ تَجِدُوهُ عِندَ ٱللَّهِۗ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٌ۬ ( ١١٠ )
ARTINYA : "dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan"
3.Al –Ankabut : 45
ٱتۡلُ مَآ أُوحِىَ إِلَيۡكَ مِنَ ٱلۡكِتَـٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِۗ وَلَذِكۡرُ ٱللَّهِ أَڪۡبَرُۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ مَا تَصۡنَعُونَ ( ٤٥ )
ARTINYA : "bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Dari dalil – dalil Al-Qur’an di atas tidak ada kata – kata perintah shalat dengan perkataan “laksanakanlah” tetapi semuanya dengan perkataan “dirikanlah”. Dari unsur kata – kata melaksanakan itu tidak mengandung unsur batiniah sehingga banyak mereka yang Islam dan melaksanakan shalat tetapi mereka masih berbuat keji dan munkar. Sementara kata mendirikan selain mengandung unsur lahir juga mengandung unsur batiniah sehingga apabila shalat telah mereka dirikan, maka mereka tidak akan berbuat jahat.
D. Rukun Shalat
Dalam sholat ada rukun-rukun yang harus kita jalankan, yakni :
- Niat
- Posisi berdiri bagi yang mampu
- Takbiratul ihram
- Membaca surat al-fatihah
- Ruku / rukuk yang tumakninah
- I'tidal yang tuma'ninah
- Sujud yang tumaninah
- Duduk di antara dua sujud yang tuma'ninah
- Sujud kedua yang tuma'ninah
- Tasyahud
- Membaca salawat Nabi Muhammad SAW
- Salam ke kanan lalu ke kiri
E. Yang Membatalkan Aktivitas Sholat Kita
Dalam melaksanakan ibadah salat, sebaiknya kita memperhatikan hal-hal yang mampu membatalkan shalat kita, contohnya seperti :
- Menjadi hadas / najis baik pada tubuh, pakaian maupun lokasi
- Berkata-kata kotor
- Melakukan banyak gerakan di luar sholat bukan darurat
- Gerakan shalat tidak sesuai rukun shalat dan gerakan yang tidak tuma'ninah.
F. Macam-Macam Shalat Wajib
- Sholat Isya' yaitu shalat yang dikerjakan 4 (empat) raka'at dengan dua kali tasyahud dan satu kali salam. Waktu pelaksanaannya dilakukan menjelang malam (+ pukul 19:00 s/d menjelang fajar)yang diiringi dengan sholat sunnah qobliyah (sebelum) dan ba'diyah (sesudah) sholat isya.
- Sholat Subuh yaitu shalat yang dikerjakan 2 (dua) raka'at dengan satu kali salam. Adapaun waktu pelaksanaannya dilakukan setelah fajar (+ pukul 04:10) yang hanya diiringi dengan sholat sunnah qobliyah saja, sedang ba'diyah dilarang.
- Sholat Dhuhur yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat) raka'at dengan dua kali tasyahud dan satu kali salam. Adapun waktu pelaksaannya dilakukan sa'at matahari tepat di atas kepala (tegak lurus) + pukul 12:00 siang, yang diiringi dengan sholat sunnah qobliyah dan sholat sunnah ba'diyah (dua raka'at-dua raka'at atau empat raka'at-empat raka'at dengan satu kali salam).
- Sholat Ashar yaitu shalat yang dikerjakan 4 (empat) raka'at dengan dua kali tasyahud dan satu kali salam. Adapun waktu pelaksanaannya dilakukan setelah matahari tergelincir (+ pukul 15:15 sore atau sebatas pandangan mata) yang hanya diiringi oleh sholat sunnah qobliyah dengan dua raka'at atau empat raka'at (satu kali salam).
- Sholat Maghrib yaitu shalat yang dikerjakan 3 (tiga) raka'at dengan dua kali tasyahud dan satu kali salam. Adapun waktu pelaksanaanya dilakukan setelah matahari terbenam (+ pukul 18:00) yang diiringi oleh sholat sunnah ba'diyah dua raka'at atau empat raka'at dengan satu kali salam, sedang sholat sunnah qobliyah hanya dianjurkan saja bila mungkin : lakukan, tapi bila tidak : jangan (karena akan kehabisan waktu).
Dan untuk melaksanakan shalat wajib hendaklah di kerjakan di masdjid secara berjamaah karena nilai derajatnya dimata Allah SWT berbeda dengan sholat sendiri atau munfariz serta dalam mengerjakannya harus lah benar oleh sebab itu baca Panduan shalat lengkap
Demikian sekilas penjelasan artikel yang saya tulis tentang Sholat semoga bermanfaat bagi kita semua mohon maaf atas kekurangannya karena sekali lagi Artikel Pengertian Sholat Fardhu ini jauh dari sempurna dan tidak lupa juga di tunggu saran dan kritiknya untuk perbaikan artikel ini.
wasalam
DOA DAN ZIKIR
| Maret 25, 2018
Doa merupakan permohonan seorang hamba kepada Rabbnya ketika menginginkan sesuatu. Ada yang terkabul dengan cepat, ada yang lama, dan ada pula doa yang ditolak Allah dan tidak kunjung dikabulkan sepanjang hidupnya. Ketika berdoa kita kerap harap-harap cemas apakah doanya akan dijawab. Manusia hanya bisa berdoa dan berharap, namun keputusan terkabul atau tidak tetap Allah yang menentukan. Di dalam suatu riwayat, Nabi Muhammad SAW bersabda kepada A’isyah RA, ‘’Hendaklah engkau selalu berdoa dengan doa yang dapat mencakup dan yang sempurna, yaitu bacalah;
"Allaahumma innii as-aluka minal khoiri kullihi ‘aajilihii wa aajilihii maa ‘alimtu minhu wa maa lam a’lam wa a’uudzubika minasy-syarri kullihi ‘aajilihii wa aajilihii maa ‘alimtu minhu wa maa lam a’lam wa as alukal jannata wa maa qarraba ilaihaa min qauliw wa ‘ amaliw wa a’uudzubika minannaari wa maa qarraba ilaihaa min qauliw wa ‘amaliw wa as aluka minal khoiri maa sa-a-laka ‘abduka wa rasuuluka muhammadun shallallaahu ‘alaihi wa sallama wa asta’iidzuka mimmas-ta-‘aadzaka minhu ‘abduka wa rasuuluka muhammadun shallallaahu ‘alaihi wa sallama wa as-a-luka maa qadayta lii min amrin an taj’ala ‘aaqibatahu rusydam birohmatika yaa arkhamar rookhimiin.’’
Artinya;
‘’Ya Allah, aku memohon kepadaMu kebaikan seluruhnya untuk sekarang atau esok, baik yang aku tahu maupun yang aku tidak tahu, dan aku memohon perlindungan kepadaMu dari semua keburukan untuk sekarang atau esok, baik yang aku tahu maupun yang aku tidak tahu, dan aku memohon kepadaMu surga dan [semua hal] yang mendekatkanku kepadanya, baik ucapan maupun perbuatan. Aku memohon perlindungan kepadaMu dari api neraka dan apa yang dapat mendekatkan kepadanya, baik ucapan maupun perbuatan. Aku memohon kepadaMu kebaikan, sebagaimana hambaMu memohon dan RasulMu Muhammad SAW. Aku memohon perlindunganMu seperti hambaMu memohon dan RasulMu Muhammad SAW. Aku memohon kepadaMu agar apa yang Engkau putuskan kepadaku akhirnya menjadi terang berkat rahmatMu wahai Zat yang lebih belas kasihan daripada orang-orang yang belas kasihan.’’
Doa ini merupakan doa yang mencakup semua hal serta yang paling paripurna, lengkap, dan sempurna karena di dalam doa ini berisi permohonan tentang;
1.kebaikan untuk hari ini dan besok, baik di dunia maupun di akhirat,
2.perlindungan dari semua keburukan yang terjadi sekarang dan besok, baik di dunia maupun di akhirat,
3. surga dan segala sesuatu yang dapat menjangkau kita ke surga,
4. perlindungan dari api dan semua hal yang dapat membawa kita ke neraka,
5. baik seperti pernah dimohonkan oleh semua makhluk ciptaan Allah dan Rasul,
6. perlindungan dari keburukan atau kejahatan, seperti yang pernah dimohonkan oleh semua makhluk ciptaan Allah dan Rasulullah SAW,
7. rida, rahmat, karunia, dan belas kasihan Allah SWT.
Doa ini hendaklah senantiasa dibaca minimal tiga kali seusai salat fardu, dan dibiasakan untuk dibaca dimanapun dan kapanpun saat luang. Tentunya, lebih baik jika dibaca dalam kondisi berwudu, diawali dengan bacaan ta’awudz, basmalah, Alfatihah, salawat nabi, tasbih, tahmid, tahlil, hauqalah, dan istighfar.
Inilah Tiga Orang yang Doanya Tak Ditolak
Dalam hadist disebutkan bahwa ternyata ada orang yang doanya tidak pernah ditolak Allah. Tiga orang ini ketika memanjatkan sesuatu permintaan pasti akan selalu dikabulkan oleh Allah. Siapa saja mereka? Berikut ulasannya.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya: Ada tiga orang yang tidak ditolak do’a mereka: (1) Orang yang berpuasa sampai dia berbuka; (2) Seorang penguasa yang adil; (3) Dan do’a orang yang dizalimi (teraniaya). Do’a mereka diangkat oleh Allah ke atas awan dan dibukakan baginya pintu langit dan Allah bertitah, “Demi keperkasaanKu, Aku akan memenangkanmu (menolongmu) meskipun tidak segera.” (HR. Tirmidzi)
1. Orang yang Berpuasa Hingga Berbuka
Orang pertama yang dijelaskan Rasulullah SAW bahwa doanya tidak pernah ditolak Allah adalah Orang yang berpuasa sampai dia berbuka. Ada beberapa alasan kenapa orang ini doanya begitu mustajab. Salah satunya, mereka tengah menjalankan perintah Allah SWT. Dan Allah SWT sangat mencintai orang-orang yang menjalankan perintahnya teruma ibadah wajib seperti puasa Ramadhan. Ibnu Mas’ud berkata; “Bawalah kebutuhan-kebutuhanmu dalam ibadah wajib.” (Riwayat Abdurrazzaq dalam al Musannaf). Orang yang berpuasa juga akan menahan diri dari perbuatan-perbuatan yang melanggar aturan Allah. Sehingga pada saat itu jiwanya suci, serta terhindar dari sikap sombong karena berusaha merendahkan diri di hadapan Allah. Oleh karena itu, dia lebih dekat dan lebih taat kepada Tuhan, meninggalkan makanan dan minuman karena takut kepada Sang Maha Pemberi.
2. Penguasa yang Adil
Rasulullah SAW juga menyebutkan bahwa Doa yang mustajab dan tidak akan tertolak adalah doanya penguasa yang adil. Pemimpin yang adil laksana bayang-bayang Tuhan, karena Adil sendiri merupakan salah satu sifat Allah yakni Al Adlu atau yang Maha Adil. Mana dari adil disini adalah menempatkan sesuatu sesuai dengan proporsi dan pengambil keputusan yang tepat. Lantas mengapa doa sang pemimpin adil mudah terkabul? Jawabnya karena Ia menanggung berbagai pengharapan hajat hidup orang banyak. Diceritakan dalam kisah riwayat Mahsyur, bahwa suatu ketika saat Umar bin Khattab menjadi pemimpin, Beliau begitu terkenal sebagai pemimpin yang adil. Saat itu, Gubernur Mesir Amr bin Ash mengadu kepada sang khalifah tentang peceklik panjang yang menimpa warga Mesir saat itu. Sungai Nil yang menjadi sumber kehidupan di negeri tersebut tidak lagi mengalirkan air. Amirul Mukminin kemudian memanggil Amr bin Ash untuk datang ke Madinah. Ia kemudian memberikan surat kepada Amr bin Ash untuk dilemparkan ke sungai Nil. Surat tersebut berisi doa sang khalifah yang isinya “Wahai sungai, engkau adalah makhluk Allah yang diciptakan oleh-Nya untuk menolong hamba-Nya yang lain, jika engkau adalah makhluk ciptaan Allah bantulah hamba-hamba Allah dan mengalirlah engkau!” Doa Umar bin Khattab begitu mustajab, karenanya hingga kini sungai Nil tidak pernah lagi mengalami kekeringan.
3. Orang yang Teraniaya
Anda sebaiknya berhati-hati jika menghadapi orang yang teraniaya atau kesusahan. Jika tidak dapat membantu, sebaiknya tidak melakukan tindakan yang bisa menyakiti hatinya. Karena Allah telah menjamin doa mereka akan terkabul. Allah sebenarnya tidak menyukai doa yang buruk yang ditujukan kepada orang lain. Namun ada kondisi dimana doa baik doa itu baik ataupun buruk akan dikabulkan oleh Allah SWT. Adalah doa orang-orang yang terdzalimi dan teraniaya. "Allah tidak mencintai seseorang mengatakan sesuatu yang buruk kepada seseorang dengan langsung kecuali mereka yang dianiaya sehingga ia dapat memberitahu tirani; dan Allah adalah segala pendengaran dan segala pengetahuan. " (148: an-Nisa) "Waspadalah terhadap doa orang yang dianiaya meskipun dia adalah yang tidak percaya. Sesungguhnya, tidak ada penghalang bagi mereka yang diterima oleh Allah. " Hadits yang diriwayatkan Ahmad – sanad Hasan.
INSPIRASI
| Maret 25, 2018
Al-Qamah adalah seorang ahli ibadah. Tatkala sakartul maut, lidahnya tidak dapat mengucapkan kalimat “Laa ilaha illallah”. Rasulullah pun mendatanginya seraya bertanya kepada para sahabatnya: “Apakah ibunya masih hidup?” Jawab mereka: “Masih”. Sang Ibu pun dihadirkan, lantas menjelaskan bahwa dirinya telah mengutuk si anak [Al-Qamah] disebabkan dia lebih mengutamakan istrinya daripada ibunya sendiri. Rasulullah meminta kepad sang Ibu untuk mencabut kutukannya.
Namun dia tidak bersedia, lantaran sudah kadung [terlanjur-ed] sakit hati. Ahirnya Rasulullah pun menyuruh para sahabatnya agar mengumpulkan kayu bakar untuk membakar Al-Qamah supaya lekas mati. Bagaimanapun juga, sebagai seorang ibu, dia tidak tega putranya mengalami nasib seperti itu lalu akhirnya si Ibu mencabut kutukannya. Sedetik kemudian Al-Qamah mampu mengucapkan “Laa ilaha illallah”. Lalu wafatlah dia. Kisah ini sangat masyhur dan laris dipasarkan oleh para khatib di mimbar-mimbar masjid atau pada Hari Ibu. Kisah ini diriwayatkan oleh Ibnul Jauziy dalam Al-Maudhu’at, Al-Uqailiy dalam Adh-Dhu’afa Al-Kabir, Al-Khara’itiy dalam Masawi’ Al-Ahlaq, Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman dan Ath-Thabrani dalam Al-Kabir sebagaimana disebutkan Imam As-Suyuthi dalam Al-‘Ali Al-Mashnu’ah. Kisah ini bathi sebab kisah ini diriwayatkan dari jalan Faid Abu Warqa’ dari Abdullah bin Aufa. Berikut sekilas komentar ulama tentangnya:
Imam Ahmad berkata: “Matruk [ditinggalkan haditsnya]”. Ibnu Ma’in berkata: “Lemah dan tidak dipercaya”. Abu Hatim berkata: “Hadits-Haditsnya dari ‘Abdullah bin Abi Aufa adalah bathil [termasuk hadits ini-ed]. Seandainya ada orang yang bersumpah bahwa seluruh haditsnya [Faid bin Abu Warqa’] palsu, tidaklah dia disebut serang pengecut”. Al-Hakim berkata: “Dia meriwayatkan dari Abdullah bin Abi Aufa hadits-hadits maudhu’ [palsu]”. [Lihat Tahdziibut Tahdziib oleh Ibnu Hajar]
Komentar para ulama tentang kisah ini:
1. Ibnul Jauzi juga mencantumkan kisah ini dalam Al-Maudhu’at tanpa menyebut nama Al-Qamah, lalu berkmentar: “Hadits ini tidak shahih dari Rasulullah”
2. Imam Adz-Dzahabi menyebutan kisah ini secara ringaks dan berkata dalam Mizanul I’tidal: termasuk musibah Dawud bin Ibrahim adalah perkataannya: Menceritakan kami Ja’far bin Sulaiman menceritakan kami Faid dari ibnu Abi Aufa”, kemudian beliau [Adz-Dzhabi] menyebutkan kisah ini lalu berkata: “Faid adalah seorang yang hancur”.
3. Al-Hafizh Ibnu Hajar juga mengatakan hal serupa dalam Lisanul Mizan
4. Al-Hafizh Al-Haitsamiy berkata dalam Majma’ Az-Zawaid: “Hadits riwayat Ath-Thabraniy dan Ahmad secara ringkas sekali, tetapi dalam sanadnya terdapat seorang rawi yang bernama Faid Abu Warqa’ dia seorang yang matruk”.
Penelitian tentang Al-Qamah:
Nama Al-Qamah dalam kisah ini tidak jelas dan tersembunyi, Dan yakinnya hanya dibuat-buat oleh para pemalsu hadits sebab sahabat Nabi yang bernama Al-Qamah sangat jauh dari kisah bathil ini. Hal tersebut sangat jelas sekali bagi mereka yang membaca sejaarah sahabat bernama Al-Qamah dalam kitab Al-Ishabah dan Usdul Ghabah oleh Ibnu Atsir. Oleh karena itu kita tidak mendapati secara jelas namanya. Baik ayahnya, kakek, nama kabilah, kuniyahnya dan lain sebagainya.
Di antara kewajiban kita kaum muslimin adalah memurnikan doa, permohonan, dan permintaan hanya kepada Allah Ta’ala dalam rangka merealisasikan dan mewujudkan tauhid dalam kehidupan. Dan berkaitan dengan ibadah doa tersebut, terdapat beberapa model doa yang harus kita ketahui hukumnya secara rinci, agar kita bisa menyikapi permasalahan tersebut dengan ilmu. Bisa jadi karena kemiripan kasusnya, kita pun menjadi rancu dalam menentukan hukumnya. Dalam tulisan ini, kami akan membahas tigamacam (model) doa dan status hukumnya masing-masing
1. Berdoa Dengan Model Meminta Langsung Kepada Orang Shalih yang Telah Meninggal Dunia
Contoh kasusnya adalah seseorang mendatangi kubur orang shalih atau wali yang meninggal dunia dan berdoa, “Wahai wali A, berikanlah aku anak dan lunasilah hutang-hutangku.” Atau dia mendatangi kubur wali B dan berdoa, “Wahai wali B, sembuhkanlah penyakitku.”
Kalau kita melihat teks doanya, jelas-jelas orang tersebut berdoa kepada selain Allah Ta’ala. Akan tetapi, jika kita bertanya kepada pelakunya, si pelaku akan memberikan dalih atau alasan, “Lafadz doa kami memang demikian, akan tetapi i’tiqad (keyakinan) kami tidaklah demikian. Wali-wali ini kami yakini hanya sebagai perantara dalam doa kepada Allah Ta’ala. Karena kami tidak meyakini bahwa wali-wali tersebut memiliki sifat rububiyyah.” Inilah dalih atau alasan mereka ketika kita mengingkari ucapan doa mereka di sisi kubur wali yang telah meninggal dunia tersebut. Lafadz doa semacam ini, tidak lepas dari dua kemungkinan.
A. Dia meyakini bahwa wali yang sudah mati tersebut memiliki sifat rububiyyah.
Kemungkinan pertama ini bisa kita jumpai pada sebagian orang-orang musyrik jaman sekarang yang berdoa kepada jin atau wali yang sudah mati, karena meyakini bahwa mereka yang dimintai tersebut bisa mengabulkan dan mendatangkan apa yang mereka minta. Meskipun demikian, kemungkinan pertama ini bukanlah model kemusyrikan pada jaman jahiliyyah sebelum diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena model kemusyrikan jaman jahiliyyah adalah kemungkinan ke dua, yaitu:
B. Si pelaku tidak meyakini bahwa wali yang diminta itu memiliki sifat rububiyyah.
Akan tetapi, si pelaku meyakini bahwa wali-wali tersebut adalah pemberi syafa’at di sisi Allah Ta’ala, yaitu syafa’at syirkiyyah. Keyakinan adanya syafa’at syirkiyyah adalah keyakinan bahwa:
- Allah Ta’ala tidak akan mengijabahi (mengabulkan) doa orang yang berdoa secara langsung kepada-Nya, namun harus memakai perantara, yaitu si pemberi syafa’at.
- Allah Ta’ala itu menjawab doa perantara karena Allah Ta’ala memang membutuhkan perantara (dengan kata lain, Allah Ta’ala membutuhkan makhluk).
- Si perantara tersebut memiliki hak yang wajib Allah Ta’ala tunaikan, sebagaimana keadaan orang yang memberi syafa’at di sisi para raja. Misalnya, sang Raja memiliki paman. Maka ketika paman ini menjadi perantara permohonan sebagian rakyat, tentu sang Raja akan mengabulkan permohonan sebagian rakyatnya tersebut, karena kedudukan paman tersebut di sisi Raja, sehingga sang Raja “tidak berani” menolak permintaan pamannya. (Tashiil Al-‘Aqidah Al-Islamiyyah, hal. 168)
Keyakinan adanya syafa’at syirkiyyah inilah sebab kemusyrikan orang-orang musyrik jahiliyyah. Allah Ta’ala berfirman,
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللَّهَ بِمَا لَا يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan. Dan mereka berkata, “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah.” Katakanlah, “Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) di bumi?” Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (itu).” (QS. Yunus [10]: 18)
Perhatikan baik-baik ayat di atas. Orang-orang musyrik dahulu, mereka beribadah kepada selain Allah Ta’ala, tidak beribadah kepada Allah Ta’ala. Akan tetapi, ketika ditanya mengapa mereka berbuat demikian, mereka mengatakan, “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah.” Artinya, mereka meyakini bahwa sesembahan-sesembahan mereka tersebut adalah perantara yang akan mengantarkan doa dan ibadah mereka kepada Allah Ta’ala, karena mereka menganggap dirinya sebagai makhluk yang hina yang tidak pantas berdoa langsung kepada Allah Ta’ala. Dan di akhir ayat, Allah Ta’ala vonis perbuatan mereka tersebut sebagai kemusyrikan syirik akbar. Oleh karena itu, hukum berdoa dengan model pertama ini adalah syirik akbar dengan ijma’ (kesepakatan) ulama, tidak ada khilaf (perselisihan) ulama di dalamnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,
فمن جعل الملائكة والأنبياء وسائط يدعوهم ويتوكل عليهم ويسألهم جلب المنافع ودفع المضار مثل أن يسألهم غفران الذنب وهداية القلوب وتفريج الكروب وسد الفاقات فهو كافر بإجماع المسلمين
“Barangsiapa yang menjadikan malaikat dan para Nabi sebagai perantara (dalam ibadah), mereka berdoa kepadanya, bertawakkal kepadanya, meminta kepada mereka untuk mendatangkan manfaat dan mencegah datangnya bahaya, misalnya meminta kepada mereka agar diampuni dosanya, mendapatkan hidayah, menghilangkan kesusahan, atau memenuhi kebutuhan, maka dia telah kafir dengan kesepakatan kaum muslimin.” (Majmu’ Fataawa, 1: 124)
2. Meminta Didoakan Oleh Orang yang Telah Meninggal Dunia
Model ke dua adalah seseorang mendatangi kubur wali atau kubur orang shalih tertentu, kemudian memminta kepada si mayit agar mendoakan kepada Allah Ta’ala agar hutangnya lunas atau segera punya anak. Misalnya dengan kalimat, “Wahai wali A, mohonkanlah kepada Allah Ta’ala agar Allah Ta’ala memberikan aku anak (momongan).”
Bedakanlah lafadz doa ini dengan lafadz doa pada model pertama.
Berbeda dengan model pertama yang hukumnya syirik akbar, berdoa dengan model ke dua ini (meminta didoakan oleh orang yang telah meninggal dunia) diperselisihkan oleh ulama, apakah termasuk syirik akbar ataukah bukan. Sebagian ulama menilai syirik akbar. Di antara ulama kontemporer yang memilih pendapat ini adalah Syaikh Shalih Alu Asy-Syaikh hafidzahullahu Ta’ala [1]. Sebagian ulama yang lain menilai bahwa perbuatan ini belum sampai derajat syirik akbar, akan tetapi sarana menuju syirik akbar. Pendapat ke dua inilah yang –insyaa Allah- lebih tepat, yaitu bahwa doa dengan model semacam ini adalah wasilah (sarana) menuju syirik akbar dan bid’ah dalam doa, belum sampai derajat syirik akbar, kecuali diiringi dengan i’tiqad syafa’at syirkiyyah. Inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baaz dan juga Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahumullahu Ta’ala.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,
وَكَذَلِكَ الْأَنْبِيَاءُ وَالصَّالِحُونَ وَإِنْ كَانُوا أَحْيَاءً فِي قُبُورِهِمْ وَإِنْ قُدِّرَ أَنَّهُمْ يَدْعُونَ لِلْأَحْيَاءِ وَإِنْ وَرَدَتْ بِهِ آثَارٌ فَلَيْسَ لِأَحَدِ أَنْ يَطْلُبَ مِنْهُمْ ذَلِكَ وَلَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ أَحَدٌ مِنْ السَّلَفِ لِأَنَّ ذَلِكَ ذَرِيعَةٌ إلَى الشِّرْكِ بِهِمْ وَعِبَادَتِهِمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ تَعَالَى؛ بِخِلَافِ الطَّلَبِ مِنْ أَحَدِهِمْ فِي حَيَاتِهِ فَإِنَّهُ لَا يُفْضِي إلَى الشِّرْكِ
“Demikian pula para Nabi dan orang-orang shalih, meskipun mereka hidup di kubur-kubur mereka. Jika diandaikan bahwa mereka bisa mendoakan orang-orang yang masih hidup dan seandainya terdapat riwayat tentang masalah ini, tidak boleh bagi seorang pun untuk minta doa dari mereka yang telah mati (agar mendoakan mereka kepada Allah Ta’ala). Ini satu hal yang tidak pernah dilakukan oleh satu pun dari ulama salaf, karena perbuatan itu merupakan sarana menuju kemusyrikan dan beribadah kepada mereka, yaitu selain Allah Ta’ala. Hal ini berbeda dengan perbuatan meminta kepada mereka agar berdoa kepada Allah Ta’ala ketika mereka masih hidup, maka perbuatan ini tidak mengantarkan kepada kemusyrikan.” (Majmu’ Fatawa, 1: 330)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah juga berkata,
أَنْ يُقَالَ لِلْمَيِّتِ أَوْ الْغَائِبِ مِنْ الْأَنْبِيَاءِ وَالصَّالِحِينَ: اُدْعُ اللَّهَ لِي أَوْ اُدْعُ لَنَا رَبَّك أَوْ اسْأَلْ اللَّهَ لَنَا كَمَا تَقُولُ النَّصَارَى لِمَرْيَمَ وَغَيْرِهَا فَهَذَا أَيْضًا لَا يَسْتَرِيبُ عَالِمٌ أَنَّهُ غَيْرُ جَائِزٍ وَأَنَّهُ مِنْ الْبِدَعِ الَّتِي لَمْ يَفْعَلْهَا أَحَدٌ مِنْ سَلَفِ الْأُمَّةِ
“Atau dikatakan kepada mayit atau orang yang ghaib (hidup namun di lain tempat), baik dari kalangan Nabi atau orang shalih, “Berdoalah kepada Allah Ta’ala untukku” atau “Berdoalah kepada Rabb-mu untuk kami” atau “Mintalah kepada Allah Ta’ala untuk kami”, sebagaimana yang diucapkan oleh orang-orang Nashrani kepada Maryam atau yang lainnya. Maka perbuatan semacam ini tidaklah diragukan oleh orang yang berilmu bahwa perbuatan ini tidaklah diperbolehkan, karena termasuk bid’ah (dalam doa) yang tidak pernah dilakukan oleh satu pun ulama salaf.” Majmu’ Fatawa, 1: 351)
Ketika memberikan catatan (komentar) perkataan Ibnu Hajar di Fathul Baari,
فجاء رجل إلى قبر النبي صلى الله عليه وسلم صلى الله عليه وسلم فقال: يا رسول الله استسق لأمتك فإنهم قد هلكوا
“Maka datanglah seseorang ke kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, mintalah hujan untuk umatmu, karena sesungguhnya mereka telah binasa.”
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baaz rahimahumullahu Ta’ala berkata,
وأن ما فعله هذا الرجل منكر ووسيلة الى الشرك , بل قد جعله بعض أهل العلم من أنواع الشرك
“Sesungguhnya apa yang diperbuat oleh orang itu adalah sebuah kemungkaran dan sarana menuju syirik. Bahkan sebagian ulama menilainya termasuk dalam kemusyrikan.” (Ta’liq Fathul Baari oleh Ibnu Baaz, 2: 49)
Perkataan Syaikh Ibnu Baaz di atas jelas menunjukkan bahwa beliau menilai bahwa perbuatan tersebut adalah sarana kemusyrikan (alias belum sampai derajat syirik akbar), tanpa menutup mata adanya khilaf ulama dalam masalah ini, di mana sebagian ulama menilai bahwa perbuatan tersebut adalah syirik akbar. Namun, terdapat perincian dalam masalah dengan melihat jarak antara orang yang berdoa tersebut dengan kubur si mayit, sebagaimana yang disampaikan oleh Syaikh Bakr bin ‘Abdullah Abu Zaid rahimahullahu Ta’ala [1]. Yaitu, jika jaraknya jauh, maka ini termasuk syirik akbar karena adanya keyakinan bahwa si mayit tersebut mengetahui atau mendengar aktivitas doa orang yang meminta tolong agar didoakan (mengetahui hal yang ghaib). Namun jika jaraknya dekat (dia berada di sisi kubur langsung), sebagaimana perbuatan para pemuja (pengagung) kubur, maka ini termasuk bid’ah dan bukan syirik akbar, kecuali jika diiringi dengan i’tiqad syafa’at syirkiyyah sebagaimana yang telah kami sebutkan di atas.
3. Berdoa Kepada Allah Ta’ala Dengan Menyebut Pangkat dan Kemuliaaan Orang Shalih Tertentu
Model ke tiga adalah berdoa kepada Allah Ta’ala dengan menyebutkan pangkat, kedudukan, dan kemuliaan orang shalih. Misalnya berdoa dengan lafadz, “Ya Allah, dengan kemuliaan Nabi-Mu di sisi-Mu, berilah aku anak (momongan).”
Atau lafadz lainnya, “Ya Allah, dengan kemuliaan Imam Asy-Syafi’i, ampunilah dosa-dosaku, mudahkanlah urusanku, dan berikanlah aku momongan.”
Untuk doa model ke tiga ini, status hukumnya adalah tawassul bid’iyyah (tawassul dalam doa yang statusnya bid’ah), dan bukan kemusyrikan, kecuali jika diiringi dengan i’tiqad syafa’at syirkiyyah.
Kita katakan sebagai bid’ah, karena tidak pernah diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak pula dikenal pada jaman sahabat radhiyallahu Ta’ala ‘anhum. Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
أَنَّ عُمَرَ بْنَ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، كَانَ إِذَا قَحَطُوا اسْتَسْقَى بِالعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ المُطَّلِبِ، فَقَالَ: اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا، وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا ، قَالَ: فَيُسْقَوْنَ
“Sesungguhnya ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu ketika kaum muslimin tertimpa musibah, ia meminta hujan dengan bertawassul kepada ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib seraya berdo’a, “Ya Allah, kami meminta hujan kepada-Mu dengan perantaraan Nabi kami, kemudian Engkau menurunkan hujan kepada kami. Maka sekarang kami memohon kepada-Mu dengan perantaraan paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan untuk kami.” Anas berkata, “Mereka pun kemudian mendapatkan hujan.” (HR. Bukhari no. 1010 dan 3710)
Hadits ini berkaitan dengan musim kemarau panjang yang terjadi di jaman ‘Umar bin Khaththab. Lalu ‘Umar mendatangi paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar beliau berdoa kepada Allah Ta’ala supaya diturunkan hujan. Sehingga yang dimaksud dengan “bertawassul kepada ‘Abbas paman Nabi” adalah bertawassul dengan doa ‘Abbas kepada Allah Ta’ala, yaitu ‘Umar meminta ‘Abbas (yang masih hidup) untuk berdoa kepada Allah Ta’ala meminta diturunkan hujan. “Bertawassul kepada ‘Abbas paman Nabi” tidaklah maksudnya bertawassul dengan dzat dan kedudukan (jah) beliau. Jika yang dimaksud dengan “tawassul kepada ‘Abbas” adalah tawassul dengan menyebutkan dzat dan kedudukan (jah) ‘Abbas, maka ‘Umar tentu akan lebih memilih untuk tawassul dengan dzat dan kedudukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, daripada bertawassul dengan ‘ Abbas. Karena kedudukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentu terus langgeng (tetap ada) meskipun beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah meninggal dunia, sebagaimana kedudukan yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam miliki ketika masih hidup.
Sehingga kedudukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentu lebih utama dibandingkan dengan kedudukan paman beliau, ‘Abbas bin ‘Abdul Muthallib. Jika tawassul dengan jah (kedudukan) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diperbolehkan, dan merupakan sebab terkabulnya doa, niscaya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam akan perintahkan kepada kita serta memotivasi kita semua untuk mengamalkannya. Hal ini menunjukkan bahwa tawassul dengan menyebutkan jah (kedudukan) orang shalih tidaklah dikenal di jaman sahabat radhiyallahu Ta’ala ‘anhum.
Adapun hadits berikut ini,
توسلوا بجاهي فإن جاهي عند الله عظيم
“Bertawassul-lah kalian dengan jah-ku, karena sesungguhnya jah-ku di sisi Allah adalah agung.”
adalah hadits yang batil, tidak memiliki asal usul di kitab-kitab hadits.
Saudaraku
Pilih lah teman yang baik di Sosmed
Agar ketika buka sosmed jadi optimis, senang dan ada sedikit hiburan
Apabila temannya jelek, kita akan sesak, sempit dan membaca hal-hal yang bukan urusan kita sama sekali
Jangan ragu-ragu unfriend teman yang postingan sering membuat anda sesak, pesimis atau membuang waktu berharga anda karena postingannya jauh dari manfaat dan hanya membuat anda naik emosi tapi pasrah tidak bisa berbuat apa-apa, sedangkan tugas dan urusan di dunia nyata sangat banyak menanti. Tidak mengapa juga mem-blokir orang yang “rusuh” di postingan anda, selalu menyakiti hati apabila dia komentar dan mengajak debat. Jangan sekali-kali anda layani, semakin dilayani ia semakin senang, karena itu tujuannya, yaitu mencari lawan untuk saling cela, saling maki dan menghabiskan waktu bersama untuk hal sia-sia. Orang seperti itu kalau bukan “akun robot”, bisa jadi berarti orang yang tidak terlalu punya kontribusi dan manfaat berarti di dunia nyata. Di dunia nyata “tidak terlalu diakui” dan tidak ada kerjaan, maka “pelariannya” di dunia maya untuk mencari eksistensi (maaf, bukan mengeneralisir). Sebagaimana di dunia nyata, di dunia maya pun kita diperintahkan mencari dan memilih teman-teman yang baik.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺍﻟْﻤَﺮْﺀُ ﻋَﻠَﻰ ﺩِﻳﻦِ ﺧَﻠِﻴﻠِﻪِ ﻓَﻠْﻴَﻨْﻈُﺮْ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﻣَﻦْ ﻳُﺨَﺎﻟِﻞُ
“ Seseorang akan sesuai dengan kebiasaan/sifat sahabatnya. Oleh karena jtu, perhatikanlah siapa yang akan menjadi sahabat kalian ”. [HR. Abu Daud & Tirmidzi, shahih]
Permisalan yang sangat bagus mengenai sahabat, yaitu sahabat dengan penjual minyak wangi dan bersahabat dengan pandai besi. Kita akan terpengaruh dan terkena dampaknya. Begitu juga dengan pertemanan di sosmed, kita akan terpengaruh banyak dengan postingan mereka. Perhatikan hadists berikut,
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” [HR. Bukhari]
Walaupun kita merasa sulit dipengaruhi oleh postingan kawan kita di sosmed, akan tetapi perlu diketahui bahwa pengaruh kawan itu tidak langsung, tetapi perlahan-lahan kita akan menyerupai sahabar kita, karenanya sebuah ungkapan Arab terkenal berbunyi:
ﺍﻟﺼَّﺎﺣِﺐُ ﺳَﺎﺣِﺐٌ
“Sahabat (Lingkungan pergaulan) itu bisa menarik (mempengaruhi)”
Demikian lah, secara umum kita diperintahkan selalu bersama orang-orang yang baik dan jujur dalam keimanan.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar(jujur).” [QS. At Taubah: 119]
DOA DAN ZIKIR
| Maret 21, 2018
Salah satu waktu mustajab untuk berdoa adalah ba’da ashar di hari Jumat. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam,
يَوْمُ الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً لاَ يُوجَدُ فِيهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللهَ شَيْئًا إِلاَّ آتَاهُ إِيَّاهُ فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ
‘Pada hari Jum’at terdapat dua belas jam (pada siang hari), di antara waktu itu ada waktu yang tidak ada seorang hamba muslim pun memohon sesuatu kepada Allah melainkan Dia akan mengabulkan permintaannya. Oleh karena itu, carilah ia di akhir waktu setelah ‘Ashar.’ [HR. Abu Dawud]
Iman Ahmad rahimahullah menjelaskan bahwa waktu mustajab itu adalah ba’da ashar, beliau berkata,
قال الإمام أحمد : أكثر الأحاديث في الساعة التي تُرجى فيها إجابة الدعوة : أنها بعد صلاة العصر ، وتُرجى بعد زوال الشمس . ونقله عنه الترمذي
“Kebanyakan hadits mengenai waktu yang diharapkan terkabulnya doa adalah ba’da ashar dan setelah matahari bergeser (waktu shalat jumat).” [Lihat Fatwa Sual Wal Jawab no.112165]
Ibnul Qayyim berkata,
وهذه الساعة هي آخر ساعة بعد العصر، يُعَظِّمُها جميع أهل الملل
“Waktu ini ini adalah akhir waktu ashar dan diagungkan oleh semua orang yang beragama” [Zadul Ma’ad 1/384]
Bagaimana maksud ba’da ashar tersebut? Berikut penjelasan Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafidzahullah. Beliau berkata,
فمن أراد أن يتحرى وقت الإجابة بعد العصر يوم الجمعة : فلذلك صور متعددة ، منها:
١. أن يبقى بعد صلاة العصر لا يخرج من المسجد يدعو ، ويتأكد ذلك منه في آخر ساعة من العصر ، وهذه أعلى المنازل
وكان سعيد بن جبير إذا صلى العصر لم يكلم أحداً حتى تغرب الشمس
٢. أن يذهب إلى المسجد قبل المغرب بزمن ، فيصلي تحية المسجد ، ويدعو إلى آخر ساعة من العصر ، وهذه أوسط المنازل
٣. أن يجلس في مجلس – في بيته أو غيره – يدعو ربه تعالى في آخر ساعة من العصر ، وهذه أدنى المنازل
“Bagi yang menginginkan mencari waktu mustajab setelah Ashar hari jumat, ada beberapa cara:
1. Tetap tinggal di masjid setelah shalat ashar, tidak keluar dari masjid dan berdoa. Ditekankan ketika akhir waktu ahsar (menjelang magrib), ini adalah kedudukan tertinggi.
Said bin Jubair jika shalat ashar tidaklah berbicara dengan sseorangpun samapi tenggelam matahari.
2. Ia berangkat ke masjid menjelang magrib kemudian shalat tahiyatul masjid, berdoa sampai akhir waktu ashar ini adalah kedudukan pertengahan
3. Ia duduk ditempatnya –rumah atau yang lain- berdoa kepada Rabb-nya sampai akhir waktu ashar. Ini adalah kedudukan terendah. [Fatwa Sual Wal Jawab no.112165]
Perhatikan bagaimana semangat para salaf dahulu memanfaatkan berkahnya waktu ba’da ashar di hari Jumat.
Ibnul Qayyim berkata,
كان سعيد بن جبير إذا صلى العصر، لم يكلم أحدًا حتى تغرب الشمس – يعني كان منشغلا بالدعاء
“Dahulu Sa’id bin Jubair apabila telah shalat ashar, ia tidak berbicara dengan seorang pun sampai tenggelam matahari (magrib) karena sibuk dengan berdoa.” [Zadul Ma’ad 1/384]
كان طاووس بن كيسان إذا صلى العصر يوم الجمعة، استقبل القبلة، ولم يكلم أحدًا حتى تغرب الشمس
“Dahulu Thawus bin Kaisan jika shalat ashar pada hari Jumat menghadap kiblat, ia tidak berbicara dengan seorang pun sampai tenggelam matahari (magrib).” [Tarikh Waasith]
CATATAN: Hal ini juga bisa dilakukan oleh wanita di rumahnya, setelah shalat ashar wanita berdoa dan berharap dimustajabkan. Demikian juga orang yang terhalangi untuk shalat ashar di masjid seperti dengan sakit atau ada udzur lainnya.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan,
ظاهر الأحاديث الإطلاق ، وأن من دعا في وقت الاستجابة : يُرجى له أن يجاب في آخر ساعة من يوم الجمعة ، يُرجى له أن يجاب ، ولكن إذا كان ينتظر الصلاة في المسجد الذي يريد فيه صلاة المغرب : فهذا أحرى ؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم قال : (وَهُوَ قَائِمٌ يُصّلِّي) – رواه البخاري – ، والمنتظر في حكم المصلي ، فيكون في محل الصلاة أرجى لإجابته ، فالذي ينتظر الصلاة في حكم المصلين ، وإذا كان مريضاً وفعل في بيته ذلك : فلا بأس ، أو المرأة في بيتها كذلك تجلس تنتظر صلاة المغرب في مصلاها ، أو المريض في مصلاه ويدعو في عصر الجمعة يرجى له الإجابة ، هذا هو المشروع ، إذا أراد الدعاء يقصد المسجد الذي يريد فيه صلاة المغرب مبكراً فيجلس ينتظر الصلاة ، ويدعو
“Dzahir hadits adalah mutlak yaitu barangsiapa yang berdoa di waktu musjatab pada akhir hari jumat (yaitu menjelang magrib, karena akhir hari dalam hijriyah adalah magrib). Diharapkan bisa dkabulkan, akan tetapi jika ia menunggu shalat di masjid tempat shalat magrib, ini lebih hati-hati karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘ia menegakkan shalat’. Orang yang menunggu sebagaimana kedudukan orang yang shalat maka dalam keadaan shalat lebih diharapkan mustajab. Orang yang menunggu shalat sebagaimana orang shalat. Jika ia sakit bisa dilakukan di rumahnya , tidak mengapa. Atau wanita yang menunggu shalat magrib di mushallanya (tempat shalat di rumah), atau yang sakit di mushallanya berdoa di waktu ashar dan berharap mustajab. Jika ia ingin, menuju masjid tempat ia ingin shalat magrib lebih awal, duduk menunggu shalat dan berdoa.” [ Majmu’ Fatawa bin Baz 30/270]
Demikian semoga bermanfaat
AL QURAN
| Maret 21, 2018
Baca Juga :
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ .1.
(bismillāhir-raḥmānir-raḥīm)
Dengan nama Allah yang Maha pengasih,Maha Penyayang.
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن .2
(Alhamdulillāhirabbil ālamīn)
Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam,
3. الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ
(ar-raḥmānir-raḥīm)
Yang maha pengasih, maha penyayang,
4. مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ
(māliki yaumid-dīn)
Pemilik hari pembalasan.
5. اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ
(iyyāka na'budu wa iyyaka nasta'īn)
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ .6 ۙ
(ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm)
Tunjukilah kami jalan yang lurus
صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ .7
(ṣirāṭallażīna ' an'amta alaihim gairil-maghdụbi alaihim' walaḍ-dallin)
(yaitu) jalan orang orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula) jalan mereka yang sesat.